Hola!
Etapi gw terkesan banget deh sama proses pendidikan di keluarga bu Septi. Bukan karena ketiga anaknya homeschool, tapi karena suami berhasil mentransformasi istri menjadi pribadi yang lebih baik.
Dari doyan sinetron jadi pensiun nonton sinetron.
Dari ngga suka baca sama sekali jadi bisa melahap buku dengan cepatnya.
Dari ngga bisa ngomong depan umum sekarang jadi public figure yang speechnya ditunggu banyak orang.
Karena, kalau dalam satu keluarga hanya suami yang sukses maka sesungguhnya proses pendidikan di keluarga itu belum selesai. Dan ketika kita mendidik orang lalu masih terbersit rasa ingin dikenal orang, sesungguhnya proses pendidikan diri kita sendiri belum selesai.
***
Beres acara, gw udah bisik-bisik sama abang apa yang harus dibenahi dalam keluarga kami. Nyatanya, hidup memang harus selalu belajar. Apalagi hidup berkeluarga, di mana ilmunya ngga diajarkan selama sekolah dari SD sampai sarjana.
Lama banget nih gw ngumpet, cuma nongol buat update tugas IIP yang super pendek dan apa adanya huf. Jadiiii, yang kangen sama postingan angsajenius mana suaranyaaaa? 😛
Nah di kemunculan gw kali ini setelah sekian bulan ngumpet dari perbloggingan, gw mau cerita tentang acara IIP minggu lalu, seminar sekaligus wisuda matrikulasi IIP Bogor batch 4. Yang bikin gw super excited sejak poster acara seminar + wisuda keluar adalaaahhh....
Pengisi seminarnya pak Dodik dan bu Septi. Woah!
Ngga ada member IIP yang ngga excited sepertinya kalau yang ngisi adalah beliau berdua. Bu Septi kan founder IIP trus pak Dodik adalah suaminya, pasti super penasaran sama apa yang bakal beliau sampein doong, ya kan ya dong.
Dua minggu lalu, untuk pertama kalinya gw bakal dateng bareng abang di event parenting dan per-suami istri-an (is that even a word?). Motoran berdua aja dari rumah ke lokasi rasanya kaya manten baru deh. Apalagi pake bonus ban bocor trus kudu mampir ganti ban dulu jadi makin berasa kaya manten baru gitu deh enak buat jalan, ngga jlak-jluk kalo kebentur aspal. Eh loh ini mah rasa ban baru bukan rasa manten baru 😂
Setelah gas rem gas rem nyelip angkot sana sini dan menerjang padetnya kendaraan di Sempur, maka sampailah kami di lokasi seminar yang ternyata udah mulai. Langsung kami masuk dan, emang bener ya early birds get the worms, kami yang dateng telat dapetnya duduk di belakang. Ngga enaakkkk guys, kaya kuliah trus duduk di belakang gitu lah rasanya. Mau merhatiin, kehalang banyak kepala. Mau lihat slide, buram-buram gitu deh karena mata minus tapi ngga pake kacamata sejak ngga kuliah lagi. 😥
Gw bakal ceritain apa yang disampaikan pak Dodik dan bu Septi satu-satu sesuai catetan yah.. Kalau ada yang kelewat atau salah, maklum lah namanya juga duduk di belakang, apalagi sebelahan sama laki yang naksir gw 😂😂 mana fokus ya kaaan?
***
AYAHKU, GURUKU DAN IMAMKU by pak Dodik Mariyanto
Dalam berkeluarga, suami yang Allah amanahi menjadi imam, menjadi pemimpin. Dari sekian banyak definisi pemimpin, yang penting cuma satu: semua anggota keluarga sepakat dengan definisi yang dipake dan berlaku di keluarga. Ngga penting menurut pendapat mister A, bapak B, pakde C dll dsb dkk. Yang penting adalah antara bapake, ibuke dan anak-anake semuanya menyepakati definisi yang sama.
Trus pak Dodik ngasih definisi yang beliau suka dan beliau pake di keluarganya yaituuu....
A leader is the one who:
💛 knows the way, dia tahu keluarganya mau dibawa ke mana, mau ngapain aja.
💛 show the way, dia tahu cara mengajak keluarganya mencapai hal tersebut.
💛 goes the way, dia konsisten dan berupaya mencapai tujuan keluarganya.
TIPS. Coba suami tuliskan tujuan dan apa yang ingin dicapai keluarga dalam 2 menit. Kalau belum bisa, berarti tujuan keluarga belum jelas mau dibawa ke mana, mau mencapai apa. Trus kalau belum jelas gimana dong? It's okey, terima dulu bahwa memang tujuan keluarga belum terumuskan dengan baik. Trus karena udah tahu kalau belum jelas, bikin lah family forum sama istri dan anak-anak untuk merumuskan tujuan keluarga.
Pak Dodik juga menekankan pentingnya gadget-free zone. Tujuannya apalagi kalau bukan meningkatkan bonding keluarga, supaya ngga sibuk masing-masing sama gadgetnya, nunduuuk aja padahal di sebelah ada keluarganya duduk bisa banget diajak ngobrol. Gadget-free bisa dimulai dengan gadget-free time, misalnya jam 8-9 malam semua handphone harus diletakkan. Lalu bisa juga dikembangkan menjadi gadget-free area, misalnya ketika di meja makan dan di mobil ngga ada yang boleh memegang gadgetnya.
Sulit ngga? Buat emak-emak millenial yang grupnya bisa ratusan dan bapak-bapak yang butuh hiburan setelah suntuk kerja, gadget-free jelas menantang sekali. Ngga terkecuali dengan gw dan abang. Tapi ketika pak Dodik nanya, "Ada ngga yang pengin anaknya kecanduan gadget?" kami tahu, kami pun dalam hati menjawab "Tidak".
Daripada sibuk sama gadget, perbanyak family forum, ngobrol bareng, main bareng, beraktivitas bareng. Ngga usah yang serius-serius, ngobrol santai apa aja justru bisa mempererat bonding toh?
Nah kalau sudah punya tujuan keluarga yang jelas dan tahu gimana cara mencapainya, sekarang tinggal jalanin aja dengan disiplin! Disiplin!
MENJEMPUT KEMULIAAN DENGAN RIDHO SUAMI by bu Septi Peni Wulandari
Mantra paling manjur adalah rejeki itu pasti, kemuliaan harus dicari. Gimana caranya kita tahu kita udah mendapat kemuliaan? Cara ngecek paling gampang adalah dengan jawab pertanyaan ini:
- Apakah kita bahagia?
- Apakah suami dan anak kita bahagia?
Kalau dua pertanyaan tersebut jawabannya YES, in syaa Allah kita ada di track yang benar menuju kemuliaan.
By the way catetan gw panjang bener deh mau jembrengin satu-satu kenapa jadi malays aaaahhh 😕
Teruuuss sebagai ibu, kita pasti ngga cuma berurusan sama hal-hal di luar rumah ya kan ya dong. Ada yang kerja, ada yang dakwah, ada yang bisnis, ada yang aktif di organisasi sosial. Trus pernah ngga sih galau, duh ini keluarga gw terlantar ngga ya, duh ini porsi aktivitas di luar rumah kebanyakan ngga ya, dan sederet kegalauan lainnya. Gampang guys! Kalau suami udah protes, artinya lampu kuning nih, harus hati-hati dan lebih selektif lagi, evaluasi lagi aktivitas di luar rumah kita. Trus kalau anak udah protes, stop. Lampu merah.
Gitu kata bu Septi, gw sendiri kebayang sih ketika lagi seneng-senengnya aktif di luar rumah trus misal anak gw protes dan gw seketika harus menyudahinya, ohhhh that would be so hard. Pasti susah, pasti melibatkan gejolak batin. Aahh tapi gw belum ngalamin sih jadi belom bisa banyak cerita.
Etapi gw terkesan banget deh sama proses pendidikan di keluarga bu Septi. Bukan karena ketiga anaknya homeschool, tapi karena suami berhasil mentransformasi istri menjadi pribadi yang lebih baik.
Dari doyan sinetron jadi pensiun nonton sinetron.
Dari ngga suka baca sama sekali jadi bisa melahap buku dengan cepatnya.
Dari ngga bisa ngomong depan umum sekarang jadi public figure yang speechnya ditunggu banyak orang.
Karena, kalau dalam satu keluarga hanya suami yang sukses maka sesungguhnya proses pendidikan di keluarga itu belum selesai. Dan ketika kita mendidik orang lalu masih terbersit rasa ingin dikenal orang, sesungguhnya proses pendidikan diri kita sendiri belum selesai.
***
Beres acara, gw udah bisik-bisik sama abang apa yang harus dibenahi dalam keluarga kami. Nyatanya, hidup memang harus selalu belajar. Apalagi hidup berkeluarga, di mana ilmunya ngga diajarkan selama sekolah dari SD sampai sarjana.
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca! Silakan tinggalkan komentar di bawah ini :)